baca ini.
berbicara tentang tamadun melebar,
yang bisa memayungi corak budi,
tertancap pada paksi waktu sukar,
mendorong jauhari mengenal diri,
militer militer ini gagah membondong,
senjata berat mengalung ke badan tegap,
persis perwira yang adi sifatnya,
membuat bulat melindung rakyat,
tapi, mata ini bisa melihat,
ku sedar ada darah yang sengaja,
tertumpah dari luka peluru mu,
yang nyawanya bagai tiada apa,
bagaimana?
tapi, mulut ini mahu bertanya,
atas rasa apa kau mengacu senjata,
menggunung rasa takut marhaen,
yang takutnya itu kau manipulasi,
mengapa?
tapi, hidung ini ada mencium,
darah hanyir itu seakan sampai,
meleleh membuka arkib jiwa,
yang kenal itu pembunuhan,
bagaimana?
tapi, hati segala rasa dalam diri,
membentak kuat bertanya sesama,
mengapa dan bagaimana aku waras,
membiar segala rosak itu terjadi,
walhal, terang lagi bersuluh firasat sabda,
chop pengkhalifahan itu kekal terukir,
kekal dalam kitab agung yang tertinggi,
tapi membunuh itu masih berlaku kencang,
kemudian kita mencabar diri kalian,
kita bertanya,
kita engkar,
kita melawan,
kerna itu sahaja bisa kita ketemu jawapan.
nota kaki :
kita melewati kisah kisah sedih seperti ini, sengaja kita memberi ruang pada kekejaman, dalam apa jua yang kita bisa miliki, ingatlah, kita masih meminjam dan perlu memulangkan.
mungkin hari ini kita berbangga kita warna kulitnya begini,
mungkin hari ini kita berbangga kita warga keturunannya begini,
mungkin hari ini kita berbangga kita alir dalam darahnya begini,
mungkin hari ini kita berbangga percaya kita anutnya begini,
hinggalah kita tersedar yang kita selama ini hanya bisa meminjam sementara,
yang berkekalan adalah diri yang terbuka memberi dan meminjam.
No comments:
Post a Comment