July 29, 2011

Catatan Kampuchea Hari Satu.

Sok Sa Bai ( Apa khabar kamu? ) , jawabnya Sok Sa Bai ( Apa khabar kamu ) juga.
Ini asas bual di negeri yang bisa dikata ngeri, dahulu, sejarahnya besar, berlipat dari agungnya rakyat Angkor menubuh kerajaan bersulam maju agrarian hinggalah pada bibit bibit moden yang berdarah, jua hasil dari edan ajenda Zaman Kosong Pol Pot yang juga bersifat agrarian. Satu ironi yang relevan, agrarian pemacu maju dan sengsara pada rakyatnya walau beda zaman.

Catatan ini akan bersifat pandangnya pada bucu bucu kotak sfera sosial, di mana ekonominya, politiknya dan sosialnya diberi perspektif jujur dari kaca mata penulis. Jika ada mana mana bahagian yang tidak elok, tidak molek, bisa diunjur soalnya untuk kita bisa berkongsi sama.

Sampainya penulis ini bertiga, seorang sepupu dan seorang rakan, di negara sejarah lebar yang tembungnya sudah berlaku awal dengan tamadun tamadun awal yang lain di sekitar semenanjung Arkipelago Melayu, dengan asas penubuhan negara rakyat Angkor ini asasnya pada pertanian, kemajuan pertanian, yang jika diurus elok elok, tampak relevan pada saat saat gersang dunia moden ini yang kurangnya sumber makanan berasas pertanian ( yang lebih rela dijadi bahan bakar api, contohnya tanam jagung di Brazil yang dipaksa untuk menampung kantung mesin dan bukan manusia).

Berjejak kaki penulis di tanah Kampuchea ( zaman modennya digelar Kemboja), suria baru sedar tapi jelas, mentarinya terik terik jelas, persis jelasnya korupsi yang belenggu dalam pembudayaan struktur kerajaannya bila diriku sendiri diperas pegawai Kastam, tetapi diri ini enggan, berbuat buat tidak faham dan bertegas bahwa diri ini tidak perlu melunas nafsu korupsi, tetapi saudaraku tewas kerana malas untuk lanjut perkara dan bayaran tunai lima Dolar Amerika bertukar tangan, bernilai korupsi.

Usai di kaunter Kastam, gegas bertukar wang, dari Dolar Amerika pada Kemboja Riel, dan gerombolan datang untuk bertawar servis tuktuk ( pengangkutan awam, motorsikal beroda empat, berkapasiti suka hati, gamaknya ). Tujuh Dolar untuk ke pusat bandar, pengamatan jujur sepanjang ke pusat bandar, sepanjangnya, gerak tenaga usahawannya tampak hidup, kiri kanan jalan penuh dengan barang jualan ( dari ayam hidup hingga roti perancis) dan jalan hidup hari harian ( dari pelaku nyahtinja di dinding dinding kota hingga pada hamba tuhan membakar colok sembahyang) walau debu kering sudah mengapung di udara berhawa panas, bagi yang tidak biasa, boleh jadi gusar kesihatannya. Di lapangan terbang, ketemu Moey dan Kasol, dua susuk proletariat yang bisa mencari rezeki halal menghantar penumpang ke hotel hotel sekitar Phnom Penh.

Pembangunan infra berlaku pesat di sekitar bandar ini ( dan pada penulis,agar pesat juga bangunnya fikrah rakyatnya ), jalannya sesak sedang bersimpang siur dipenuhi rakyat jelata melaku aktiviti,dan lebih kurang tiga puluh minit, syukur sampai ke Khmer City Hotel, betul betul di tengah bandar Phnom Penh. Hotel baru bina ini sederhana sifatnya, tetapi lengkap, sesuai buat inap rehat sementara tunggu ke Siem Reap. Usai daftar masuk hotel, berkongsi katil dengan rakan dan lelap hingga lebih kurang pukul tiga petang, kerana penat malamnya belum selesai.

Bangkit dari tidur, segera mencari makan, bertemu lokal di lobi hotel, bertanya arah ke Kentucky Fried Chicken ( yang sudah lama tidak disantapi penulis, hampir dua tahun lamanya ). Di sini, syarikat konglomerat ini dibawa Johor Corporation, jadinya ia halal, hampir kesemua material masakan dibawa dari Malaysia kecuali ayamnya, yang difahamkan, disembelih di luar kawasan Phnom Penh di satu perkampungan Muslim Champa. Habis makan di sini, singgah sebentar di Sorya Shopping Centre, melihat lihat serta membeli makannya ( sebuku roti dan tin sardin ) untuk alas esoknya pula. Harga makanan di sini agak mahal, pengamatan penulis, mungkin kerna kebanyakan makanannya diimport dan tidak dibuat lokal, tetapi jelas, peluang untuk pasaran tampung keperluan masih terbidang luas, doanya agar rakyatnya sendiri, satu hari nanti, yang bisa mampu menggerak tampung keperluan makanan jelatanya.

Hari pertama di sini bergerak perlahan, kerna beza waktu lambat sejam, dan sisa sisa waktu itu, diluang untuk merancang hari esok, agar kedapatan rancang yang baik untuk melihat negara orang agar beroleh yang baik baik pengalamannya biar menyedar diri akan erti.

(bersambung)



Di Tanah Ini.

i.

di tanah ini,
ada kejam berkumandang nyaring semboyan aparat,
sampai ke masing masing rakyat telinganya,
tuhan mendengar keluhan yang tidak bisa diampun,
Totalitarian, Fasisme mengdobrak apa itu erti insani berjiwa hamba,
dan jalan ditelesuri berkelikir duri direnteti,
ada sosok tubuh (yang bila luka bisa sembuh) dan,
ada akali sadur tabula rasa ( yang bila fikrah bisa mengutuh),
dikerah berserah tumpas,tumpas pada puncak goyah kuasawan,
tapi pada jiwa, baru bermula reti pembebasan.

ii.

di tanah ini,
ada hanyir darah ajenda Zaman Kosong,
edannya tadbir jajaran penguasa,
rakyat menjadi alas makna mehnah,
menyaksi kejam menjadi ilham,
menyaksi korupsi menjadi isi,
menyaksi tindas menjadi asas,
menyaksi gawat menjadi berkat,
hingga usai bau hanyir darah itu,
tapi pada jiwa,baru bermula reti pembebasan.

iii.

di tanah ini,
ukirnya lembar sejarah keras pastinya membumi,
mengakar pengajaran pada jiwa dan fikrah insani,
bahwa, sekali melata kejam bersinar jalurnya pada atas nama apa sekalipun,
lawan tembungnya adalah firasat kebenaran,
di mana darah marhaen menyimbah, hina diangkat sembah,
di mana angkuh kuasa berkata, harus dipandang nesta,
di mana sekali kejam didendang, setiap fikrah harus melawan,
tapi pada jiwa, baru bermula reti pembebasan.

iv.

di tanah ini,
di mana ada temu berjejak ingatan kejam,
pelan pelan, bila ada temu benar,
bersulam penggerak kerah, berdaya fikrah tamadun,
ada sinarnya untuk menjarah hak semua bangsa manusiawi,
bersyukur teduhnya atas nama wijawa membebas jiwa sendiri!


* catatan ini dijadi dalam seminggu yang menggila di Kampuchea, saatnya di mana,
pembunuhan di Norway oleh fasis rasis kanan hasil dari rehabilitisasi minda songsang jiwa,
simpatisan diri ini pada tahanan di bawah Ordinan Darurat kejam oleh aparat rejim negara,
pesan untuk diri ini, dalam apa jua celaka dunia yang berlaku, ada cahya di hujungnya,
untuk kita yang percaya pada liberasasi hak asasi pada mana mana jalur untuk bergerak jujur.

July 10, 2011

Bersih 1#

‎"perhimpunan haram bersih,
perhimpunan haram bersih,
perhimpunan haram bersih",
terngiang dari mesin propaganda harian.

bicara tentang tuntutan Bersih?

zilch, nula, nul, zero, deset, shi, (khalas)
kerna itu kita belum menang,
kita belum upaya mencapai apa apa,
teguhkan hati,
kita bangkit jika diperlu kembali,
kita bangkit dan menang nantakan i!

July 3, 2011

Ketemu Anak Muda Dan Tua-nya.


'jalan itu jauh pak',
ujar anak kecil itu.


'tapi, akhirnya ada permai',
balas susuk tua itu.


'dan permai yang aku titipkan buat diri kau, wahai anak kecil,
agar kau ingat, bahwa di liku ranjau siurnya ada ganjaran',
tegas orang tua itu lagi.


'untuk apa perjalanan jauh itu, jika menelusuri itu tidak setimpal ganjaran,
yang kadang ada bahyanya, ada malapetakanya, untuk apa?'
soal anak muda.


'sungguh, timbang ganjaran mu dengan jerih perih itu bagai tidak setimpal,
tapi timbanganmu, dengan siasah melebar jatidiri, anak rasa bagaimana?',
balas orang tua.


'kata orang, timbang anak kecil ini sialan, sejarah dititip orang orang lama,
seakan mengia, bahwa anak anak kecil, hanya perlu patuh membutuh',
kesal anak muda.


'kerna itu, yang tua bisa unjur yang salah diangkat menjadi petinggi petinggi,
dengan harapan kononnya, agar anak kecil, bila usai muda menjejak tua,
saki daki dosa percaturannya, dipaling pada anak muda',
tingkah orang tua.


'malapetaka apa kami yang perlu junjung celaka tika muda mereka',
tempelak anak muda.


'berasas kamu yang muda perlu junjung celakanya, hanya kerna kamu tidak upaya,
untuk bangkit, untuk melawan, nesta tua yang mengekal orde bangka,
hanya kerna sifatnya yang muda perlu tunduk hormat pada tua',
jelas orang tua.


'apa perlu kami perlu meninggal hormat? apa perlu kami melulu lawan?',
tanya orang muda.


'jelasnya begini, ada berbeda, dengar pantun ini,

'banir akar memegang julai,
julai pohon bisa menangkah,
patuh hamba agung bernilai,
adil aturan tiada bersanggah',

alun lelaki tua.


'jadi, melawan itu biar bererti, saksama diri menjadi jati',
faham anak muda.


'sungguh wahai anak kecil, dan jadikanlah, lantun soal, berbalik jawab,
ikhtiar mu yang terawal dan terakhir, biar minda cakna mencerna,
bukan persis yang tua tua, merela ganas untuk melunas, merela darah untuk berubah',
pesan orang tua.


'tapi, pada apa kami bermula',
gesa anak muda.


' mulanya dengan kamu, ya, kamu yang bisa mengarca neraca,
timbangnya berat bicara neraka atau syurga, yang kau upaya,
sebenarnya, lurus fitrahmu pada benar yang sebenar benar',
jelas orang tua.


'barangkali, bisa aku hadamkan, benar anak muda, pada bangkit melawan,
untuk bisa cari pengalaman, dan biar pengalaman membiar kesalahan,
dan biar kesalahan menjadi pedoman, dan biar pedoman berakhir aman',
faham anak muda.


' aku tidak upaya untuk memberi putus fikrahmu untuk membuat keputusan,
hanya kecuali aku menyampai hal hal kebaikan, untuk kau bisa berdepan,
tohmah nesta, pujuk rayu, adu domba, fitnah segala, sengketa laga,
dengan perisai fikrah mu yang kebal dengan fitrah asalmu, kebenaran',
balas orang tua.


' dan kebenaran bagi ku, sesudah pencerahan kembalinya diri pada pasak fitrah,
hanya terngiang akan tanggujawab, mengibar lambaian kebenaran, pada haknya,
seluruh alam',
yakin anak muda.